PERAN LSM DAN MEDIA DALAM PROGRAM 
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY ( CSR )

LSM & PERUSAHAAN KAWAN ATAU LAWAN?
LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) atau NGO (Non Governmental organization) sesuai dengan filososi dan ideologisnya, senantiasa menyuarakan protes manakala perusahaan melakukan praktek yang membahayakan lingkungan intenal maupun ekternal dan tak jarang perseteruan tersebut sampai pada meja hijau.

Baca juga : Contoh Tugas Pembuatan Program CSR Lazada

Sebenarnya aktivis yang tergabung dalam lembaga swadaya masyarakat (LSM) maupun Non Governmental organization (NGO), yang dalam hal ini memiliki dua peran, yaitu:

Mengontrol akibat buruk yang ditimbulkan akibat aktivitas perusahaan dan mengawasi realisasi program CSR. Peran ini bertujuan agar perusahaan sebagai lembaga bisnis tidak melakukan tindakan yang membahayakan lingkungan dalam arti luas.

Contoh: Greenpeace, Walhi.
Menjadi patner korporat dalam menjalankan program CSR LSM dan Korporat idealnya menjadi mitra dalam pelaksanaan CSR,t etapi dalam praktiknya tidak demikian. Masih banyak kecurigaan dan pola hubungan tidak simetris di antara keduanya, sehingga cenderung menguntungkan salah satu pihak.

Hal ini terjadi di karenakan:
  • Kurangnya pemahaman tentang apa yang dimaksud dengan kemitraan
  • Keahlian partnership yang kurang memadai
  • Kurangnya dukungan pemerintah dalam memfasilitasi terciptanya partnership
  • Kebanyakan partnership dilakukan justru pada kegiatan yang kurang startegis
  • Kebanyakan partership hanya didasarkan pada hasil bukan proses
  • Adanya partnership tidak dimonitor/dievaluasi

    csr, scr dan lsm, csr dan media, peran lsm dan media dalam csr


    Kendala antara LSM dan Korporat

    Kendala dalam LSM
    • Menganggap bahwa korporat tidak bertanggung jawab terhadap pelestarian lingkungan
    • Terfokus pada isu globalisasi yang hanya memperluas gap antara si kaya dan si miskin
    • Kurangnya pemahaman tentang pengurangann kemiskinan dari sudut pandang korporat
    • Kurang terbuka terkait isu CSR dengan korporat

    Kendala dalam Perusahaan
    • Kredibelitas LSM perlu diperbaiki dan distandarisasi
    • LSM tidak familiar dengan bisnis dan proses bisnis
    • LSM dirasa kesulitan memilah korprat yang bertanggung jwab dan tidak bertanggung jawab
    • Adanya stereotype di antara LSM bahwa korporate berlaku seperti iblis.

    Peran Media di dalam CSR

    Secara spesifik, media dapat berperan dalam kegiatan CSR, melalui:
    1. Media sebagai Eksekutor
    2. Media sebagai Fasilitator
    3. Media sebagai Promotor
    Jika sinergi antara korporate dan media sedikit, tentu akan berimplikasi kepada kurangnya pemahaman komunikasi pada program CSR

    A. Media sebagai Eksekutor
    Media menjalankan kegiatan CSR sebagai bagian dari inheren dengan visi dan misinya.

    Contoh: News and Education di Norwegia adalah kerja sama antar beberapa sekolah dengan sejumlah perusahaan media setempat untuk memberikan koran secara gratis setiap hari kepada siswa sekolah. Hal ini dilakukan untuk menjembatani pelajaran sekolah dengan informasi terkini.

    B. Media sebagai Fasilitator:

    Media memiliki peran sebagai lembaga penghimpun dana dari masyarakat kemudian menyalurkan kepada yang membutuhkan. Fungsi ini banyak dikritik karena media diibaratkan sebagai pemulung yang hanya memungut dana kedermawanan dari publik.

    Contoh: ANTV peduli, Indonesia menangis dari metro TV, Pundi Amal SCTV.

    C. Media sebagai promotor:
    Media dapat berperan dalam kegiatan CSR melalui peningkatan peliputan dalam isu isu seputar CSR. Selama ini banyak pengamat menilai bahwa media kurang tertarik pada berita CSR. Anggapan CSR tidak memiliki nilai berita senantiasa menjadi alasan yang digunakan.

    Contoh: Harian Republika memiliki halaman khusus CSR yang memberi wadah kepada setiap aktivitasnya perusahaan untuk mengkomunikasikan aktivitas CSR-nya.

    Kendala dalam Kemitraan Media dan Perusahaan Terkait CSR

    Kendala dalam perusahaan:
    • Perusahaan masih meragukan kemampuan media dalam meliput berita, khususnya dalam prihal CSR. Ini karena masih sedikitnya pemahaman media tentang manakah kegiatan CSR manakah kegiatan yang bukan CSR
    • Banyak kegiatan CSR tidak mendapatkan liputan media 
    • Perusahaan menganggap bahwa media selalu dapat dibeli.sehingga para pelaku bisnis berpikir bahwa selama ada uang maka media dapat dengan mudah dikendalikan.
    Kendala dalam Media:
    • Media beranggapan bahwa media hanya akan terbuka saat kondisi perusahaan aman.
    • Media tidak menyukai peliputan kegiatan CSR karena beranggapan tidak amemiliki nilai berita
    • Perusahaan menyelengarakan pertemuan kepada media hanya waktu tertentu saja untuk mendapatkan simpati dan publisitas positif dari media.

    Belajar dari Sejarah dalam Tindakan CSR
    Contoh kasusnya adalah Lapindo Brantas. Ada semacam pengabaian kewajiban yang dilakukan perusahaan setelah terjadinya kasus lumpur Lapindo di Sidoarjo.

    Kasus lumpur tersebut merupakan dampak dari terabaikannya faktor lin gkungan oleh perusahaan. Perusahaan cenderung lebih eksploitatif, tanpa memperhatikan sustainability. Jika digambarkan dalam triple bottom line,perusahaan hanya mempertimbangkan corporate value dengan peningkatan laba, dengan mengabaikan aspek sosial dan lingkungan. Hasil akhirnya adalah hancurnya perusahaan dengan terperosoknya saham-saham Bakrie Brothers yang merupakan induk perusahaan Lapindo Brantas, di pasar modal.

    Pembelajaran:
    Prinsip keberlanjutan (sustainabiltiy) mengedepankan pertumbuhan, khususnya bagi masyarakat miskin dalam mengelola lingkungannya dan kemampuan institusinya dalam mengelola pembangunan, serta strateginya adalah kemampuan untuk mengintegrasikan dimensi ekonomi, ekologi, dan sosial yang menghargai kemajemukan ekologi dan sosial budaya. Kemudian dalam proses pengembangannya tiga stakeholder inti diharapkan mendukung penuh, di antaranya adalah; perusahaan, pemerintah dan masyarakat.

    Kisah Sukses dalam program CSR
    Kegiatan yang dilakukan PT Telkom yang dikemas dalam bentuk tanggung jawab sosial perusahaan berjalan cukup lancar. Dana kemitraan yang disalurkan secara bergulir kepada pengusaha kecil, menengah dan koperasi hingga Juni 2007 sudah mencapai 423,5 Milyar Rupiah, tidak kurang dari 6.031 mitra binaan mendapat pelatihan atau kucuran dana dari PT Telkom. Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) juga melakukan kegiatan dengan berbagai fokus utama di bidang pendidikan, selain melakukan pengadaan infrastruktur internet di 83.000 sekolah dalam program internet go to school, serta menangani yayasa pendidikan, dilakukan pula pelatihan teknologi dan komunikasi untuk 500 guru selama 2006.

    Dari CSR, perusahaan memang tidak akan mendapatkan profit atau keuntungan. Yang diharapkan dari kegiatan ini adalah benefit berupa citra perusahaan.

    PT Kaltim Prima Coal (KPC), perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan batu bara di Kabupaten KutaiT imur, Kalimantan Timur, menyisihkan 5 Juta Dolar AS per tahun untuk melakukan berbagai kegiatan terutama membina masyarakat sekitar hutan yang dalam prakteknya menggandeng pengelola Taman Nasional Kutai, dengan memberikan pelatihan pertanian organik dan pengembangan agrowisata, serta pembibitan tanamantanaman lokal.

    Kisah Sukses dalam program CSR
    Unilever memiliki program CSR “Relawan Get Relawan”. Berawal dari dua warga, unilever berhasil mengumpulkan 4.300 relawan untuk menularkan kebiasaan menjaga kebersihan lingkungan dan kesehatan.

    Tahun 2008, program ini akan mencapai 30 ribu orang. Meski berada di gang sempit di kawasan perumahan padat Mampang, Jakarta Selatan, terlihat bersih dan asri. Mereka menutup selokan dengan bilah-bilah bambu, dan menata pot-pot berisi tanaman hias serta tanaman obat diatasnya.

    Daerah ini dijadikan sebagai wilayah percontohan oleh Unilever untuk menjalankan program “Jakarta Green and Clean”.

    Unilever menurunkan koordinator lapangan yang bertugas memberikan motivasi kepada masyarakat untuk membiasakan hidup dilingkungan yang bersih. Mereka kemudian mencari para kader dari kelompok masyarakat yang aktif di wilayahnya untuk menularkan program ini.

    Kisah Sukses dalam program CSR
    Johnson & Johnson (J&J) menangani kasus keracunan Tylenol tahun 1982.

    Pada kasus itu, tujuh orang dinyatakan mati secara misterius setelah mengonsumsi Tylenol di Chicago. Setelah diselidiki, ternyata Tylenol itu mengandung racun sianida. Meski penyelidikan masih dilakukan guna mengetahui pihak yang bertanggung jawab, J&J segera menarik 31 juta botol Tylenol di pasaran dan mengumumkan agar konsumen berhenti mengonsumsi produk itu hingga pengumuman lebih lanjut. J&J bekerja sama dengan polisi, FBI, dan FDA (BPOMnya Amerika Serikat) menyelidiki kasus itu. Hasilnya membuktikan, keracunan itu disebabkan oleh pihak lain yang memasukkan sianida ke botol-botol Tylenol. Biaya yang dikeluarkan J&J dalam kasus itu lebih dari 100 juta dollar AS. Namun, karena kesigapan dan tanggung jawab yang mereka tunjukkan, perusahaan itu berhasil membangun reputasi bagus yang masih dipercaya hingga kini. Begitu kasus itu diselesaikan, Tylenol dilempar kembali ke pasaran dengan penutup lebih aman dan produk itu segera kembali menjadi pemimpin pasar (market leader) di Amerika Serikat.

    Baca juga : Contoh Master Plan Kegiatan CSR Desa Cimaranggih

    Searches related to Media Dalam Program Corporate Social Responsibility ( CSR )

    public relations dan csr
    perbedaan csr dengan pr
    hubungan csr dengan citra perusahaan
    public relation dan tanggung jawab sosial
    program pr perusahaan
    peran public relations dalam perusahaan
    peranan humas eksternal dalam membangun citra yang baik
    contoh penerapan public relation

     " Peran LSM dan Media Dalam Program Corporate Social Responsibility ( CSR ) "

    Post a Comment

    Lebih baru Lebih lama